Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhu
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf al Qursyi al Hasyimi.
Beliau adalah anak paman Rasul Abbas bin Abdul Muthallib. Ibundanya adalah Lubabah al Kubra binti al Harits bin Hazan al Hilaliyah. Ibnu Abbas lahir di kota Mekkah 3 tahun sebelum Rasul Hijrah ke kota Madinah. Kelahiran beliau bertepatan dengan tahun pemboikotan Bani Hasyim oleh orang-orang Quraisy.
Ibnu Abbas selalu bersama Nabi di masa kecilnya karena beliau termasuk salah satu kerabat dekat nabi dan karena bibinya, Maimunah, adalah salah seorang istri Nabi. Menurut Riwayat Bukhari, Ibnu Abbas dididik langsung oleh Rasul dan Rasul meramalkan bahwa ia akan menjadi ahli Tafsir Al-Qur’an.
Pada tahun 36 H. beliau ditunjuk oleh Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu untuk menjadi Amirul Haj. Ia tidak berada di kota Madinah ketika Utsman terbunuh. Dalam pertikaian antara Ali dan Muawiyah, Ibnu Abbas memihak kepada Ali.
Di akhir usianya, Ibnu Abbas mengalami kebutaan, namun hal itu tidak membuat kendurnya semangat beliau untuk menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an serta terus bersikap kritis terhadap setiap perkembangan yang terjadi di tengah umat pada masanya. Ibnu Abbas wafat pada tahun 68 Hijrah dalam usia 70 tahun. Beliau wafat di kota Thaif dan dimakamkan di kota yang sama.
Ibnu Abbas diberi gelar al Bahr yang berarti Samudra. Hal itu disebabkan karena betapa dalam dan luas ilmu yang ia miliki. Kepakaran tersebut disebabkan kehidupan ilmiah yang selalu menghiasi hari-hari beliau, dimana belajar dan mengajar adalah kesibukan-kesibukan yang tidak pernah beliau tinggalkan. Beliau mengajarkan berbagai macam ilmu kepada muruid-muridnya. Kadang-kadang beliau mengajarkan Fiqh, atau Ta’wil atau sejarah.
Dan tidaklah aku melihat orang yang bertanya kepada Ibnu Abbas kecuali ia akan mendapatkan ilmu dari jawaban Ibnu Abbas.
Hal itupun semakin ditopang oleh ketidakterlibatan beliau dalam percaturan politik dan pemerintahan,kecuali hanya dalam waktu yang sangat sedikit yaitu ketika beliau ditugaskan oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu sebagai Amir di kota Basrah.
Ibnu Abbas besar dalam lingkungan rumah tangga kenabian, dimana beliau selalu hadir bersama Rasulullah sejak kecil. Beliau selalu mendengar banyak hal dari Rasul, dan menyaksikan kejadian serta berbagai peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.
Interaksi beliau dengan para sahabat senior sesudah wafatnya Rasulullah. Dari sahabat-sahabat senior tersebut, Ibnu Abbas belajar berbagai hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an seperti tempat-tempat turunnya Al- Qur’an, sebab-sebab turunnya ayat dan lain sebagainya. Upaya untuk belajar dan bertanya tersebut diungkapkan oleh Ibnu Abbas sendiri : “Aku banyak mendapatkan hadits Rasul dari kalangan Anshar. Bila aku ingin mendatangi salah satu di antara mereka, maka aku akan mendatanginya. Boleh jadi aku akan menunggunya hingga ia bangun tidur kemudian beliau bertanya tentang hadist tersebut kemudian pergi.”
Pengetahuan beliau yang sangat luas tentang bahasa Arab terutama kaitannya dengan uslub-uslubnya dan puisi-puisi Arab kuno yang amat berguna untuk mendukung pemahaman beliau terhadap Al-Qur’an.
Kecerdasan otak yang merupakan anugerah Allah yang membuat Ibnu Abbas mampu untuk berijtihad dan berani menerangkan berbagai hal yang beliau anggap benar dalam penafsiran Al-Qur’an. Dengan pengetahuan yang amat luas tersebut, maka Ibnu Abbas selalu menjadi rujukan para sahabat baik senior maupun junior untuk meminta keterangan dan penjelasan tentang maksud suatu ayat.
Kedalaman ilmu tersebut pulalah pada akhirnya kaum muslimin memberinya gelar sebagai Turjumanul Qur’an, penafsir Al-Qur’an.